Wednesday, October 10, 2007

Masjid Sultan Ternate

Ada perbedaan pendapat mengenai waktu pembangunan Masjid Sultan Ternate. Sebagian pendapat mengatakan masjid ini dibangun pada 1633 M oleh Sultan Hamzah. Namun, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa, masjid ini dibangun pada tahun 1606 M. Jika dilihat dari tradisi kerajaan Islam yang pernah berdiri di kawasan nusantara, pembangunan masjid sultan Ternate pada awal abad ke-17 ini agak berbeda dari kebiasaan.

Hampir di seluruh pelosok nusantara, pengislaman suatu kerajaan selalu diiringi dengan pembangunan masjid kerajaan. Dalam tradisi kerajaan Islam di Jawa, posisi masjid itu bahkan menyatu dengan istana. Sementara di Ternate, telah diketahui dengan jelas bahwa, Raja pertama yang secara resmi memeluk Islam adalah Kolano Marhum (1465-1486 M), tapi mengapa masjid kerajaan baru dibangun pada abad ke-17 M, satu setengah abad setelah Kolano Marhum?

Dalam hal ini, sejarah di Ternate menjadi agak berbeda dengan kawasan lainnya. Posisi halaman masjid yang tidak menyatu dengan istana kerajaan yang dibangun pada tahun 1234 M juga menunjukkan bahwa, ada kemungkinan tahun pembangunan masjid ini berbeda dengan pendirian istana. Namun, mengapa selisih waktu pembangunannya mencapai satu setengah abad?

Jika data sejarah pembangunan masjid sultan Ternate di atas benar, pertanyaannya adalah: di mana sultan dan para pembesar istana shalat sebelum masjid ini didirikan? Atau ada penjelasan lain, kemungkinan, proses pengislaman yang belum selesai di Ternate, sehingga keislaman para sultan tersebut belum terlalu kuat; mereka belum melakukan ritual-ritual keislaman.

Pendapat ini juga agak sulit diterima, mengingat putera Kolano Marhum, yaitu Sultan Zainal Abidin (1486-1500 M) pernah berguru pada Sunan Giri di Gresik. Maka, tentulah penguasaan keislaman Sultan ini sudah baik.

Dalam sejarah Ternate, kejayaan dicapai dimasa Sultan Baabullah (1570-1583 M). Lantas, di mana mereka melakukan ritual keagaaman pada masa itu, sebab masjid belum didirikan? Semua masih teka-teki. Ada dugaan, sebenarnya masjid tersebut dibangun jauh lebih awal, bukan pada abad ke-17 M. Kapan? Entahlah. Sebuah pendapat lain mengatakan bahwa, masjid ini dibangun pada sekitar abad ke-13 M, lebih awal dari periode pemerintahan Kolano Marhum.

Saat ini, selain bangunan masjid yang masih utuh, peninggalan lain yang masih bisa ditemui di dalam masjid adalah empat buah koleksi kitab al-Quran, hasil tulisan ulama Ternate sendiri. Tulisannya masih jelas dan kertasnya masih baik, belum lapuk dimakan zaman, walaupun usianya sudah berabad-abad. Selama bulan Ramadan, al-Quran ini masih digunakan oleh masyarakat untuk /tadarusan/. Pada sisi selatan-timur masjid, terdapat sebuah sumur tua yang menyatu dengan masjid, digunakan untuk tempat berwudu.

Berkaitan dengan tradisi pada masa dulu, pada hari-hari besar Islam, seperti Idul Fitri, Sultan Ternate biasanya naik di kursi kerajaan yang disebut /ngorareici/, kemudian ia diusung oleh para pengawalnya sejak dari istana sampai ke masjid.

Dekat Istana Sultan

Masjid ini terletak tidak jauh dari Istana Sultan Ternate, posisinya di bagian selatan-timur istana, namun, halaman masjid tidak berhubungan langsung dengan istana. Di bagian utara (belakang) masjid, terdapat benteng Oranye yang dibangun Belanda antara 1606-1607 M.

Arsitektur

Arsitektur masjid ini menunjukkan adanya pengaruh Jawa, ditandai dengan hadirnya /soko guru/ yang menyangga atap puncak yang berbentuk piramidal, dengan kemiringan tajam seperti pada konstrukis /tajug./ Masjid ini juga memiliki serambi yang lebar, hampir selebar ruang sembahyang utama.

Bahan atap masjid dbuat dari daun rumbia (pohon sagu). Atap masjid tersebut bertumpuk empat, dengan kemiringan yang tidak tajam, kecuali pada atap puncaknya. Di antara atap puncak dan atap bawahnya, terdapat celah kecil, namun tidak cukup untuk difungsikan sebagai ventilasi untuk masuknya udara dan cahaya ke dalam ruagan. Pada setiap sisi atap puncak, terdapat jendela atap.

Pada halaman depan, tepat pada sumbu garis mihrab, terdapat unit bertingkat. Di bawah unit bertingkat tersebut terdapat kolong, sementara bagian tasnya untuk tempat azan dan bedug. Unit ini berbentuk bujur sangkar, atapnya seperti atap ruang sembahyang utama, namun hanya dua lapis (tumpuk).

Mengingat usia masjid yang sudah begitu tua, sudah pasti masjid ini telah pernah direnovasi. Namun, data rinci mengenai proses renovasi ini belum didapat. Proses renovasi terakhir dilakukan pada tahun 1995. Saat itu, atap rumbia masjid diganti dengan seng, agar lebih tahan lama.***

1 comment:

meneer lee said...

Kta suka ngana pe tulisan, tapi klo lebe perdalam tong pe sejarah lebe sadap ka'apa to? macam mesjid sultan yang pertama ada di Foramadiahi tp skarang so ancor total.