Wednesday, October 10, 2007

Ternate dan Sejarah Syi'ah (4-selesai)

Bukti bahwa Syi'ah pernah berpengaruh kuat di Ternate dapat dilihat dari beberapa tradisi Islam yang bercorak Syi'ah. Di sini hanya disebutkan beberapa tradisi yang paling menonjol. Pertama, tradisi Asyura berupa ta'ziah dan bubur asyura. Ta'ziah adalah adegan dramatis massal yang mencerminkan seluruh episode kematian Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib di Karbala, termasuk penyesalan dan kesiapan berkorban.

Di Ternate, ta'ziah, disebut /badabus/, dilakukan secara demikian: Setelah narasi dilakukan di suatu rumah atau gedung, para hadirin lalu menghujamkan benda tajam semacam gardu ke dadanya secara berulang kali hingga mencapai kondisi ekstase. Ritus ini dilakukan pada 1 Muharram atau pada haul seseorang di hari ke-44. Orang Ternate memang tak melakukan ta'ziah selama sepuluh hari (1-10 Muharram), namun sepanjang sepuluh hari itu, yang dipandang sebagai hari musibah, orang Ternate dilarang melakukan berbagai hal yang mengandung risiko.

Anak-anak misalnya, dilarang memanjat pohon atau memainkan permainan "berbahaya". Mereka lebih dianjurkan berdiam di rumah. Seluruh keluarga lalu membuat bubur asyura yang akan dibagikan kepada tetangga dan kerabat dekat. Bubur asyura adalah bubur santan berisi berbagai macam bahan seperti sayur, jagung, ikan, telur ayam, kacang-kacangan, dan kentang.

Pesan yang terkandung sebenarnya cukup jelas, bubur itu sendiri yang berwarna putih melambangkan kesucian dan kemurnian hari asyura, sementara berbagai bumbu tersebut melambangkan rentetan peristiwa yang terjadi pada hari itu.

Keduaritus lailatulqadar. Tiga hari sebelum lebaran Iedul Fitri, tiap malam rakyat membakar api unggun atau obor di depan rumah masing-masing. Tradisi ini jelas berasal dari Persia kuno. Dalam kitab-kitab Persia kuno mengenai Naw Ruz ( tahun baru), diceritakan bahwa perayaan api unggun merupakan adat masyarakat, khususnya pada malam tahun baru. Api unggun yang secara tradisional dinyalakan orang Iran pada hari Rabu di akhir tahun berasal dari kebiasaan purba. Orang Persia menghormati api karena diyakini dapat menjernihkan udara. Pada zaman Daulah Umayah khususnya, segala hal yang berkaitan dengan Naw Ruz dilarang. Tapi tradisi ini sanggup bertahan karena konon mendapat pembenaran dari Nabi Muhammad dan Imam Ali.

Pada zaman Islam, Muslim Iran menyalakan lilin sebagai simbol penghormatan pada api dan meletakkan Al-Qur'anul Karim di antara Haft-Sin (tujuh jenis sajian dengan huruf 's' di meja) untuk menunjukkan penghormatan pada kitab suci tersebut.

Ketiga, orang Ternate akrab dengan khasanah kebudayaan Syi'ah. Ini bisa dilihat dengan populernya nama-nama yang berkaitan dengan keluarga Nabi dan Imam Ali, seperti Ibrahim, Qasim, Umi Kalsum (atau kalsum saja), Fatmah (Fatimah), Zainab, Ruqayah, Khadijah, Muhammad, Ali, Hasan, dan Husein. Juga kisah-kisah mengenai kekuatan supranatural Imam Ali. Misalnya, dikisahkan bahwa suatu hari minyak yang baru dibeli seorang anak tumpah di jalan berpasir. Ia menangis karena takut dimarahi orang tuanya. Kebetulan Imam Ali lewat. Beliau lalu mengambil pasir tempat tumpahnya minyak dan memerasnya. Hasilnya, seluruh minyak yang tertumpah itu bisa diperoleh kembali secara utuh. Jelas, ini merupakan tradisi Syi'ah.

Tradisi Syi'ah yang dikatakan di atas ternyata masih dipraktikkan sebagian masyarakat sampai sekarang. Namun sejak kerajaan di sana pada pertengahan abad ke-15 mulai menganut faham Aswaja, pengaruhnya berangsur-angsur pudar, malah popularitasnya makin redup sejak gerakan pembaruan Islam, terutama yang dipelopori gerakan Muhammadiyah dan Wahabisme, masuk ke Ternate pada abad ke-20 ini. Kalau tak ada gerakan kebangkitan kembali dan pelestarian segenap budaya Islam tersebut, nampaknya tradisi-tradisi semacam itu cepat atau lambat akan sirna seiring dengan perjalanan waktu.

Wallahu 'alam bissawab
Smith Alhadar

1. Bahar Andili, .Profil Daerah Maluku Utara., dalam Halmahera dan Raja Ampat, LEKNAS-LIPI, 1980, hlm. 3.

2. Paramita R. Abdurrahman, .Kegunaan Sumber-sumber Portugis dan Spayol untuk Penulisan Sejarah Maluku Utara., ibid., hlm. 250.

3. M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 1981, hlm. 3.

4. Mr. Hamid Algadri, C. Snouch Hurgronje, Politik Belanda terhadap Islam dan Keturunan Arab, 1984, hlm. 43.

5. Ibid., hlm. 41.

6. Ibid., hlm. 42.

7. Hasan Muarif Ambary, .Persebaran dan Signifikasi Tinggalan Arkeologi di Ternate., dalam Ternate sebagai Bandar di Jalur Sutera, 1997.

8. Adrian B. Lapian, .Ternate sekitar Abad XVI Menurut Catatan Antonio Galvao, Kapitan di Ternate 1536.1539., dalam ibid.

9. Willard A. Hanna & Des Alwi., Ternate dan Tidore: Masa lalu penuh gejolak, 1996, hlm. 4-5.

10. Ibid.

11. Muslims in the Philippines, 1973, hlm. 42.

12. Ibid.

13. M. Shaleh A. Putuhena, hlm. 264.

14. A. Rahman Marasabessy, .Masuknya Agama Islam di Ternate dalam Pandangan Tokoh-tokoh di Ternate: Sebuah telaah pemurnian sejarah Islam di Ternate., dalam Ternate Sebagai Bandar di Jalur Sutera, 1997, hlm. 39.

15. Algadri, op. cit., hlm. 39.

16. Islam di Aceh, Masuk dan Berkembangnya Hingga Abad XVI., dalam Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, 1989, hlm. 194-199.

17. Adakah Kerajaan Islam Negara Islam Pertama di Asia Tenggara., dalam ibid., hlm. 143, 156-157.

18. Ensiklopedi Islam Indonesia, IAIN Syarif Hidayatullah, 1986.

19. A.G. Muhaimin, .The Morphology of Adat, The Celebration of Islamic Holy Day in North Coast of Java., Studi IslamikaV. III, No.3, 1999, hlm. 109.


No comments: