Wednesday, October 10, 2007

Ternate dan Sejarah Syi'ah (3)

Perlak sebagai sebuah pelabuhan dagang yang maju dan aman di abad VIII, menjadi tempat persinggahan kapal dagang Muslim Arab dan Persia. Dengan demikian, masyarakat Muslim di daerah ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama sekali lantaran banyak terjadinya perkawinan di antara saudagar Muslim dengan wanita-wanita setempat, sehingga melahirkan keturunan Muslimin dari percampuran darah Arab dan Persia dengan putri-putri Perlak.

Dan ini membawa pada berdirinya kerajaan Islam Perlak pertama, yakni pada hari selasa bulan Muharram, 840 M. Sultan pertama kerajaan ini merupakan keturunan Arab Quraisy bernama Maulana Abdul Azis Syah, bergelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah. Menurut Wan Hussein Azmi, pedagang Arab dan
Persia tersebut termasuk dalam golongan Syi'ah. Mereka menguasai Perlak hingga muncul pergolakan antara golongan Syi'ah dan Ahl Sunnah Wal Jama'ah (Aswaja) pada tahun 928 M.

Wan Hussein Azmi mengaitkan kedatangan mereka dengan Revolusi Syi'ah yang terjadi di Persia tahun 744-747. Revolusi ini di pimpin Abdullah bin Mu'awiyah yang masih keturunan Ja'far b. Abi Thalib. Bin Mu'awiyah telah menguasai kawasan luas selama dua tahun (744-746) dan mendirikan istana di Istakhrah sekaligus memproklamirkan dirinya sebagai raja Madian, Hilwan, Qamis, Isfahan, Rai, dan bandar besar lainnya.

Tapi kemudian dihancurkan pasukan Muruan di bawah pimpinan Amir bin Dabbarah tahun 746 dalam pertempuran Maru Sydhan. Kemudian banyak pengikutnya yang melarikan diri ke Timur Jauh.

Para ahli sejarah berpendapat, mereka terpencar di semenanjung Malaysia, Cina, Vietnam, dan Sumatera, termasuk ke Perlak. Bisa jadi, ada di antara mereka yang kemudian meneruskan perjalanan ke Ternate. Pendapat Wan Hussein Azmi itu diperkaya dan diperkuat sebuah naskah tua berjudul Idharul Haqq fi Mamlakatil Ferlah w'l-Fasi, karangan Abu Ishak Makarni al-Fasy, yang dikemukakan Prof. A. Hasjmi.

Dalam naskah itu diceritakan tentang pergolakan sosial-politik di lingkungan Daulah Umayah dan Abbasiyah yang kerap menindas partai Syi'ah. Pada masa pemerintahan Khalifah Makmun bin Harun al-Rasyid (813-833), seorang keturunan Ali bin Abi Thalib, bernama Muhammad bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Baqr bin Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, memberontak terhadap Khalifah yang berkedudukan di Baghdad dan memproklamirkan dirinya sebagai khalifah yang berkedudukan di Makkah.

Khalifah Makmun berhasil menumpasnya. Tapi Muhammad bin Ja'far Shadiq dan para tokoh pemberontak lainnya tidak dibunuh, melainkan diberi ampunan. Malah Makmun menganjurkan pengikut Syi'ah itu meninggalkan negeri Arab untuk meluaskan dakwah Islamiyah ke negeri Hindi, Asia Tenggara, dan Cina.

Anjuran itu pun dipenuhi. Sebuah Angkatan Dakwah beranggotakan 100 orang pimpinan Nakhoda Khalifah yang kebanyakan tokoh Syi'ah Arab, Persia, dan Hindi ---termasuk Muhammab bin Ja'far Shadiq--- segera bertolak ke timur dan tiba di Bandar Perlak pada waktu Syahir Nuwi menjadi meurah (raja) Negeri Perlak. Syahir Nuwi kemudian menikahkan Ali bin Muhammad bin Ja'far Shadiq dengan adik kandungnya, Makhdum Tansyuri.

Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama Sayyid Abdul 'Aziz, dan pada 1 Muharram 225 H dilantik menjadi Raja dari kerajaan Islam Perlak dengan gelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul 'Azis Syah.

Yang Menarik dari kisah ini adalah munculnya nama Ali bin Muhammad bin Ja'far Shadiq. Mungkin tokoh inilah yang dikaitkan secara serampangan oleh Naidah dalam karyanya, berkaitan dengan proses pengislaman Ternate. Naidah hidup di abad ke-18, periode mana penulisan sejarah masuknya Islam ke Nusantara belum banyak ditulis orang.

Atau jangan-jangan ia sengaja memanipulasi informasi dengan maksud menyaingi Perlak. Kesultanan Ternate sampai sekarang masih mempertahankan pendapat bahwa Ternate lebih dulu masuk Islam ketimbang negeri-negeri Islam di Aceh. Para sejarawan yang dikutip di atas mengatakan, Ali bin Muhammad bin Ja'far Shadiq kawin dengan putri Perlak, dan putranya kemudian menjadi raja Perlak pertama. Sementara Naidah dengan hanya menyebut nama Ja'far Shadiq mengatakan ia kawin dengan putri Ternate, Nur Sifa, dan putranya menjadi raja Ternate pertama.

Bisa jadi kiprah pengikut Ahl al-Bait di Ternate bukan hanya berlangsung pada periode awal---setelah mempertimbangkan laporan Naidah, tapi juga pada periode ke-2. Sedangkan pada periode ke-3, seiring kejatuhan kekuasaan Syaikh Perlak pada abad ke-10, jelas orang-orang Sunni-lah yang memainkan peran penting.***

No comments: