Wednesday, October 10, 2007

Ternate dan Sejarah Syi'ah (2)

Dalam laporan lain, berdasarkan tradisi lisan setempat, pada abad VIII, empat orang Syeikh dari Irak tiba di Maluku Utara. Mereka merupakan pemeluk Islam Syi'ah. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak, di mana golongan Syi'ah dikejar-kejar penguasa Bani Umayyah maupun Bani Abbasiyah.
Mereka terdiri dari Syaikh Mansur yang kemudian menyiarkan Islam di Ternate dan Halmahera, Syaikh Yakub yang mengislamkan Tidore dan Makian, serta Amin dan Yakub yang berdakwah di Halmahera Tengah. Tapi, isi laporan ini pun harus pula dicermati secara kritis, terutama lantaran sulit dibuktikan.

Di puncak gunung Gamalama dan Gunung Kie Besi (Pulau Makian), memang terdapat kuburan-kuburan keramat yang dikatakan sebagai makam Mansur dan Yakub. Namun, bagaimana bisa dipastikan bahwa makam-makam tersebut milik kedua tokoh tersebut? Amin dan Umar, yang tak meninggalkan jejak apapun, disebut-sebut kembali ke Irak.

Adanya laporan berbeda ini memaksa kita untuk mendefinisikan pengertian masuknya Islam ke suatu daerah. Paling tidak, terdapat tiga pengertian sekaitan dengan masalah ini. Pertama, suatu daerah dikatakan telah masuk Islam bila di dalamnya terdapat satu atau lebih orang asing beragama Islam. Kedua, bila di daerah tersebut sudah terdapat satu atau lebih penduduk asli menganut Islam. Ketiga, bila Islam telah melembaga di daerah tersebut.

Berdasarkan definisi ini, kita dapat merekonstruksi proses Islamisasi di Ternate ke dalam tiga periode. Periode awal berlangsung sejak pertengahan abad VIII, di mana orang Arab dan Persia Muslim Syi'ah membeli cengkeh dan pala di Maluku untuk dijual ke Eropa melalui pelabuhan Baghdad. Orang Muslim Perlak yang menganut Syi'ah pun sudah berperan dalam periode ini.

Sebagai masyarakat sebuah kerajaan yang sedang berkembang, tentunya cengkeh dan pala menjadi komoditas yang dicari di pelabuhan Perlak, yang hingga abad ke-9 merupakan kerajaan Syi'ah. Masuknya mereka ke Maluku, setidaknya memberi pengaruh kepada penduduk setempat.

Periode kedua dimulai sejak abad ke-12, di mana penyiaran Islam telah disampaikan ke kalangan penduduk. Yang ikut berperan dalam periode ini adalah orang Muslim Cina, selain Arab dan Persia. Ini ditandai dengan mulai digunakannya nama-nama Arab-Islam oleh para raja di Maluku Utara. Periode ketiga yang dimulai pada abad ke-15 berlangsung sejak penerimaan Islam oleh pihak elite kesultanan. Zaenal Abidin adalah Sultan ke-19 yang menukar agama jahiliyah dengan Islam.

Yang paling banyak memainkan peran penting dalam periode ini adalah para muballigh Jawa yang menganut faham Ahlussunnah Waljamaah. Kedatangan orang Muslim Arab dan Persia berfaham Ahl al Bait ini berkaitan dengan terjadinya pergolakan sosial-politik di wilayah daulah Umayah dan kemudian daulah Abbasiyah.

Ini bukan sesuatu yang mustahil, sebab sejak awal Syi'ah telah masuk ke Nusantara. Sebuah monumen ditemukan di Champa, Vietnam, yang terdiri dari batu nisan yang dibuat tahun 1039 serta sebuah tiang batu dengan aksara Arab bertarikh 1025-1035.

M.P. Ravaisse yang menyelidiki tulisan tersebut mengatakan bahwa tampaknya isi dokumen ini menunjukkan bahwa di tempatnya ditemukan, sejak abad XI terdapat sebuah masyarakat kota. Mereka lain dari penduduk asli. Paham keagamaan dan adat istiadatnya juga berbeda. Kakek moyang mereka mestinya tiba satu abad sebelumnya.

Menurut Dr. S.Q.Fatimi, mereka adalah orang Arab Syi'ah. Ini lebih jelas dikemukakan Wan Hussein Azmi. Menurutnya, semenjak kerajaan Islam berdiri di Taj Jihan pada pertengahan abad VII, Islam makin berkembang di Sumatera Utara setelah saudagar Muslim Arab datang ke Nusantara.

Di samping itu, dengan dibukanya negeri Persia oleh kaum Muslimin pada 650H, orang-orang Persia dengan penuh suka cita berduyun-duyun masuk Islam dan banyak darinya yang hijrah ke Nusantara. Di antara keluarga Persia yang berimigrasi ke Nusantara terdapat keluarga Javani, Lor, Sabankarah, dan Asyraf.

Di samping itu terdapat satu faktor utama yang menyebabkan saudagar Muslim Arab dan Persia bercokol di Sumatera Utara pada abad ke-7, yaitu terhalangnya jalur pelayaran yang mereka tempuh melalui Selat Malaka akibat disekat armada Budha Sriwijaya sebagai balasan serangan tentara Islam ke kerajaan Hindu di Sind, India, pada zaman pemerintahan Khalifah al-Hadi (775-785 M).

Maka, terpaksa kapal-kapal Arab dan Persia menempuh pelayaran melalui Sumatera Utara terus ke pesisir barat Sumatera, kemudian masuk Selat Sunda melalui Singapura menuju Kanton, Cina. ***

No comments: